Bila kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan, maka kasih yang tidak sempurna membuka ruang bagi ketakutan. Kesetiaan yang
terbagi mengundang awan dalam kehidupan. Ini terbukti dengan jelas di dalam peristiwa Transfigurasi, kisah permuliaan Yesus
di atas gunung (Lukas 9:28-36). Pengalaman luar biasa di atas gunung itu ternyata belum
berhasil membuat kasih dan kesetiaan Petrus cuma terfokus kepada Yesus. Ia mengajukan
usul, "Guru,betapa berbahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami
dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia" (Lukas 19:33). Bukan niat jahat, memang. Tapi Petrus
masih ingin membuat tiga kemah. Bukan. "Yesus, titik". Tetapi "Yesus, plus..."
Persoalan ini bukanlah pada keharusan membuang Musa dan Elia. Tidak! Nabi-nabi itu tetap patut menerima hormat kita. Tetapi tidak
se'level' dengan Yesus. Persoalan di sini adalah, apakah kesetiaan kita kepada Kristus itu total atau terbagi. Apakah Yesus itu final,
atau masih semi-final.
Setelah usulan Petrus itu, terjadilah sesuatu yang sarat dengan
makna simbolis. "Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi
mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka" (Lukas 9:3). Kesetiaan yang terbagi mendatangkan
awan ketakutan. Komitmen yang terbelah serta kesetiaan yang terbagi, itulah persoalan pokok dunia kita sekarang.
Ketika renungan ini saya tulis, ancaman diintegrasi nasional semakin terasa. Persoalan Aceh dan Ambon belum mereda, Posos kembali membara
dan Papua menuntut merdeka. Plus kekerasan di mana-mana. Ini mengapa? Satu saja sebabnya: masing-masing kelompok cuma memikirkan kepentingan
kelompoknya. Mendirikan kemah untuk Yesus, tapi juga kemah-kemah lain untuk yang lain.
Lalu apakah masih ada harapan ? Tidak, bila yang kita harapkan itu muncul dari kesadaran, kemauan baik atau upaya maksimal manusia.
Harapan kita satu-satunya, adalah pada suara yang terdengar dari dalam awan. "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (Lukas 9:35).Awan itu tidak hilang, sampai dunia mau mendengarkan Dia. Percayalah! (ED)
|